JAKARTA - Ketua Umum DPP Cendekia Muda Muslim Indonesia (CMMI), Anhar Tanjung mengkritik pemerintah lebih khsusus nya Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) RI terkait mekanisme kontrol rumah ibadah yang melibatkan masyarakat demi mencegah radikalisasi.
CMMI yang berslogakan "Salam Lintas Mazhab" berpandangan bahwa Pengawasan yang dilakukan oleh masyarakat itu justru menciptakan konflik antar golongan, antar masyarakat.
Anhar Tanjung menegaskan kepada pemerintah khusus nya BNPT agar tidak berlebihan dalam mengawasi Masjid, gereja maupun tempat ibadah agama lain nya.
" Karena masjid dan tempat-tempat ibadah lain itu menjadi sumber kedamaian berbangsa, bahkan menjadi sumber norma - norma dan etika masyarakat. Bahwa agama punya perang dalam memerdekakan NKRI", Ujar Anhar Tanjung, melalui pers rilisnya, Sabtu (08/09/23).
Baca juga:
Soyo Tresno Laksanakan Maulid Penuh Berkah
|
Oleh karenanya, BNPT maupun instansi-instansi pemerintah lainnya perlu meningkatkan kecerdasan, dan penuh tanggung jawab yang lebih luas.
" Baik dengan cara bersinergi dengan Ormas/OKP berbasis IsIam untuk menjaga Situasi kondusif menjelang Pemilu 2024 bukan ajak tokoh agama dan masyarakat memantau masjid", ungkapnya.
Sementara itu Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Republik Indonesia (BNPT RI), Komjen Pol. Prof. Dr. Rycko Amelza Dahniel, M.Si. menjelaskan pandangan utuhnya terkait usulan mekanisme kontrol rumah ibadah sebagai upaya mencegah radikalisasi.
Sebelumnya Kepala BNPT RI mengusulkan adanya sebuah mekanisme kontrol rumah ibadah dalam rapat bersama Komisi III DPR RI pada Senin (4/9).
Rycko menerangkan mekanisme kontrol di tempat ibadah ini diusulkan dengan menekankan pentingnya melibatkan masyarakat setempat dalam pengawasan, bukan kontrol penuh dan sepihak oleh pemerintah.
“Terhadap penggunaan tempat-tempat ibadah untuk menyebarkan rasa kebencian, kekerasan, mekanisme kontrol itu artinya bukan pemerintah yang mengontrol. Mekanisme kontrol itu bisa tumbuh dari pemerintah beserta masyarakat, ” terang Kepala BNPT yang dikutif Indonesiasatu.co.id dari laman BNPT, pada Selasa (5/9) kemarin.
Dipaparkan Rycko, mekanisme kontrol ini tidak mengharuskan pemerintah mengambil kendali langsung, melainkan mekanisme yang dapat tumbuh dari pemerintah dan masyarakat. Ia menjelaskan bahwa pengurus masjid dan tokoh agama setempat bisa berperan dengan melaporkan aktivitas atau ajaran yang berpotensi radikal.
Pendekatan yang diusulkan adalah melibatkan tokoh agama dan masyarakat setempat dalam memantau dan memberikan peringatan kepada individu yang terlibat dalam penyebaran pesan kebencian dan kekerasan. Rycko juga menekankan bahwa pemerintah sendiri tidak akan sanggup mengontrol semua tempat ibadah.
"Dari tokoh-tokoh agama setempat, atau masyarakat yang mengetahui ada tempat-tempat ibadah digunakan untuk menyebarkan rasa kebencian, menyebarkan kekerasaan, itu harus disetop, " katanya.
Selanjutnya, mereka yang terindikasi menebar gagasan kekerasan dan anti moderasi beragama bisa dipanggil, diberikan edukasi, diberikan pemahaman, ditegur serta diperingatkan oleh aparat setempat. Apabila terjadi perlawanan atau mengulangi hal yang sama maka masyarakat dapat menindaklanjuti dengan menghubungi aparat.
“Kalau pemerintah yang mengontrol tak akan sanggup, ” papar Rycko.
BNPT telah melakukan studi banding ke negara-negara seperti Singapura, Malaysia, Oman, Qatar, Arab Saudi, dan Maroko yang menerapkan kendali langsung oleh pemerintah terhadap tempat ibadah. Namun, Rycko menyadari bahwa situasi di Indonesia berbeda, dan oleh karena itu, ia mengusulkan mekanisme kontrol yang bersifat kolaboratif dengan masyarakat setempat seperti tokoh agama, tokoh adat dan tokoh budaya sebagai alternatif yang lebih cocok untuk konteks Indonesia.
Kepala BNPT sendiri mengusulkan mekanisme moderasi beragama di rumah ibadah saat menanggapi pernyataan anggota Komisi III DPR RI Irjen Pol (Purn) Drs. H. Safaruddin, M.I.Kom yang menyinggung adanya karyawan PT KAI yang terpapar paham radikalisme beberapa waktu lalu.
Safaruddin juga mengatakan terdapat sebuah masjid yang berada di kawasan Pertamina Balikpapan, Kalimantan Timur, yang kerap kali konten dakwahnya mengkritik pemerintah.
"Di Kalimantan Timur itu ada di Balikpapan itu Pak, itu masjidnya Pertamina tapi tiap hari mengkritik pemerintah di situ Pak, " kata Safaruddin.
Usulan mekanisme kontrol yang digagas Kepala BNPT RI bertujuan untuk menghormati nilai-nilai agama yang mengedepankan perdamaian, toleransi, dan kasih sayang. Seperti diketahui, konten pesan radikalisme bertentangan dengan prinsip-prinsip moderasi dalam agama. Mekanisme ini akan membantu memastikan bahwa isi pesan yang disampaikan di tempat ibadah sesuai dengan ajaran agama yang menekankan kedamaian dan menghindari penafsiran yang keliru.***(fr)
Sumber : CMMI - BNPT